Kontestasi terulang, Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto berhadap-hadapan kembali di Pemilihan Presiden 2019. Kali ini Jokowi bersanding dengan Prof Dr KH Ma’ruf Amin dan Prabowo bersanding dengan Sandiaga Uno.
Ibaratnya dadu sudah dilempar, permainan dimulai. Kenapa dipakai analogi permainan, karena kontestasi ini bukanlah perang yang didalamnya terdapat api permusuhan untuk saling bunuh-membunuh secara fisik. Kontestasi pilpres ini hanyalah adu gagasan, berebut legitimasi dari rakyat. Kedaulatan yang sejatinya ada di tangan rakyat, diperebutkan, untuk kemudian dijalankan oleh sang pemenang untuk sebaik-baik perjuangan kepentingan rakyat.
Pasangan calon pemimpin dengan pasukannya sudah berbaris lengkap, kontestasi politik demokrasi pun dimulai. Harapan, gairah, semangat, sampai kekhawatiran mewarnai proses rotasi kepemimpinan terbaik, yaitu rotasi dengan sistem demokrasi.
Rekam Jejak dan Prestasi
Sebagaimana karakter kontestasi politik, yaitu hidup atau mati, kontestasi di pilpres ini menentukan kalah atau menang. Tidak seperti karakter kontestasi ekonomi yang bisa saja berakhir dengan kompromi dan deal-deal yang menyenangkan semua pihak, dalam kontestasi politik akan berujung pada pemenang dan pihak yang kalah.
Dengan karakter kontestasi politik ini, menarik untuk memahami faktor-faktor kemenangan atau kekalahan dalam pilpres 2019 ini. Apa penentu dari kekalahan dan kemenangan di pilpres 2019 ini. Apakah faktor primordial yang diwarnai politisasi dan penghinaan Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan (SARA) akan mendominasi dan menjadi penentu kemenangan di Pilpres 2019.
Penentu dalam kontestasi politik pada kondisi pemilih yang sudah terdidik dan well inform adalah rekam jejak dan prestasi. Rakyat Indonesia yang sudah memasuki usia 20 tahun berdemokrasi saat pemilihan di pilpres 2019 nanti bisa dikatakan cukup berpengalaman dalam berdemokrasi.
Karena itu, bisa dikatakan secara umum, rakyat Indonesia sudah relatif terdidik dan well inform. Terdidik karena sudah melebihi lima kali melaksanakan hak pilih dalam pemilu dan pilkada. Sementara semakin meratanya media sosial membuat ciri well inform pada pemilih Indonesia semakin kentara.
Dengan demikian, penentu kemenangan di pilpres 2019, terutama ditentukan oleh rekam jejak dan prestasi calon. Pemilih akan melihat apa yang sudah dilakukan, apa manfaat yang sudah dirasakan. Itulah prestasi seorang pemimpin di mata rakyat. Pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan Jokowi misalnya, akan menjadi bahan pertimbangan pemilih.
Kemampuan Menjawab Tantangan
Selain itu, yang akan menjadi bahan pertimbangan pemilih, terutama pemilih yang terdidik dan well inform, adalah persepsi akan kemampuan calon dalam menjawab tantangan zaman terutama tantangan ekonomi, baik tantangan memperbaiki kondisi ekonomi rakyat ataupun tentangan berupa semakin kuatnya tekanan global.
Calon yang dipersepsi lebih mampu membawa republik ke arah kehidupan bernegara yang lebih baik sehingga akan membawa republik menjadi negara maju dan rakyat yang makmur dan sejahtera, cenderung akan dipilih.
Rakyat akan memilih calon yang mampu membawa republik keluar dari kondisi stagnasi ekonomi, mampu mengeluarkan rakyat dari kondisi ekonomi yang sulit, membawa republik ke arah kondisi ekonomi yang lebih baik.
Dengan kata lain, pemilih akan cenderung memilih paslon yang diprediksi mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi yang sekarang ini stagnan di 5 persen. Selain itu, pertumbuhan harus yang disertai pemerataan ekonomi. Mereka yang mampu meyakinkan publik akan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, menurunkan atau menstabilkan harga-harga kebutuhan/bahan pokok, menciptakan lapangan kerja baru, dan menghilangkan kemiskinan, akan menarik untuk dipilih.
Menuju Indonesia Maju
Akhirnya, apakah faktor primordial akan mendominasi pilpres 2019. Dipilihnya KH Ma’ruf Amin oleh Jokowi merupakan bagian dari upaya Jokowi meredam kemungkinan munculnya primordialisme dalam pilpres. Pesan dari keputusan ini berlaku bagi kubu Jokowi sendiri ataupun kubu Prabowo, yaitu hentikan saling menghina, memfitnah, memusuhi yang lain karena perbedaan SARA.
Penghinaan dan politisasi SARA diharapkan tidak akan mengemuka dan mendominasi. Dipilihnya Sandiaga Uno oleh Prabowo, di sisi lain, bisa dilihat sebagai perkembangan menggembirakan yang akan menjauhkan kontestasi pilpres dari pembelahan bernuansa SARA.
Harapannya, kontestasi diwarnai permainan yang aman, damai, saling hormat-menghormati, penuh toleransi, jujur, dan adil. Dengan demikian, kontestasi akan menghasilkan pemenang yang akan dengan tulus dan sekuat tenaga mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat demi terciptanya bangsa Indonesia yang maju.