Saudaraku, sudah cukup lama demokrasi berlangsung di tempat kita, tentang kita, namun tanpa kita.
Kata demokrasi jadi mantra suci yang terus diwiridkan, tapi rakyat kebanyakan sebagai sang demos terus terpinggirkan. Kenyataan sesungguhnya bukanlah demokrasi bagi rakyat, melainkan rakyat diperuntukkan bagi demokrasi.
Ada banyak sebab para pemimpim berkhianat. Politik pemerintahan boleh jadi diperbudak kekuatan adidaya hingga negara tak mampu mengambil kebijakan secara leluasa untuk mengelola urusan sendiri.
Tingginya biaya politik bisa juga membuat para pemimpin terpilih lebih melayani kepentingan pemodal, dengan mengorbankan kepentingan umum.
Tekanan pada popularitas, ketimbang kualitas, melahirkan pemimpin yang miskin visi dan kompetensi. Masalah ditutupi dengan manipulasi pencitraan, bukan dengan kemanjuran jawaban.
Kesulitan, ketidakmelekan dan kejenuhan rakyat berpolitik membuat partisipasi demokrasi berhenti di bilik pencoblosan. Setelah itu, para pemimpin dibiarkan bertindak sesuka hati tanpa pengawasan.
Politik adalah dimensi manusia secara keseluruhan. Bila para pemimpin terpilih masih melayani kepentingan perseorangan dan golongan ketimbang kepentingan umum, maka sesungguhnya mereka adalah pembunuh darah dingin yang menikam jiwa politik.
Mereka yang berkhianat pada publik dan prinsip-prinsip keajegan republik adalah musuh demokrasi yang sesungguhnya.