Masalah penumpulan otak dan etik dalam kehidupan bangsa boleh jadi karena dunia politik dan kebudayaan kita dirundung surplus kegaduhan, defisit keheningan.
Demokrasi dirayakan dengan pesta jorjoran, miskin substansi dan refleksi; budaya dipadati tontonan ingar-bingar, kurang tuntunan etis dan estetis; agama diekspresikan dalam kerumunan dan kebisingan, miskin perenungan dan penghayatan.
Dalam kegaduhan dan kedangkalan, apa bisa dihayati ketuhanan? Inti ketuhanan adalah bercengkerama dengan kekudusan. Dan “sunyi itu kudus”, tulis Amir Hamzah.
Hanya dalam hening, Tuhan sebagai bahasa kebenaran punya ruang untuk hadir di relung hati, menemani kita dlm sunyi.
Bunda Teresa berkata, “Tuhan adalah karib kesunyian. Pepohonan, bunga, dan rerumputan tumbuh dalam kesunyian. Tengok juga bintang, bulan, dan matahari, semua bergerak dalam sunyi.”
Dalam hening, menghikmati kesunyian, manusia modern punya harapan untuk keluar dari kemiskinan spiritual. Dalam hening kesunyatan, menurut Abraham Maslow, kebatinan mikrokosmos menyatu dalam kebatinan makrokosmos; tak ada oposisi, kesenjangan, dan perbedaan antara ego dan kosmos: bahasa jiwa merupakan vibrasi semesta.
Dan suatu upaya aktualisasi diri dalam puncaknya yang tertinggi dan terdalam adalah usaha meleburkan diri dengan kosmos bagi penemuan kebenaran, keindahan, dan keadilan tertinggi.
Patut direnungkan, apakah bangsa ini benar-benar religius? Apakah sila Ketuhanan benar-benar jadi landasan moralitas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara? Nama Tuhan kerap diseru, tetapi Tuhan sendiri sebagai manifestasi kebenaran, keindahan, dan keadilan tertinggi seakan menjauh, terusir oleh kedangkalan dan kegaduhan.
Di tengah hiruk-pikuk gebyar lahir yang miskin perenungan dan perasaan, mari kita lahirkan kembali spirit ketuhanan welas asih lewat khidmat keheningan.
Seperti kata ’Ali bin Abi Thalib, ”Sepatutnya seorang hamba merasakan kehadiran Tuhan waktu sendirian (saat tak terlihat orang banyak), memelihara dirinya dari segala cela, dan bertambah kebaikannya seiring bertambah tua.”
Hanya dalam keheningan pribadi yang bertanggung jawab, ketuhanan bisa membawa kehidupan publik yang damai dan sentosa. Tenteram di hati, bahagia di bumi.
Selamat Hari Raya Nyepi!