Upaya deradikalisasi sebagai bagian penting strategi soft measure bersama mereduksi potensi kekerasan dan terorisme atas nama agama tentu mengasumsikan pendekatan yang komprehensif dan menyentuh akar persoalan dari radikalisme itu sendiri. Apa yang dilakukan oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) sebagai misal yang melibatkan banyak tokoh agama dan organisasi keagamaan dalam strategi deradikaliasi ini tentu harus diapresiasi terlepas dari tambal-sulam, sifatnya yang cenderung ‘reaktif’, ad-hoc dan kekurangan-kekurangan lain yang ada.
Tulisan ini merupakan refleksi sederhana bagaimana proses deradikalisasi ini juga harus memberikan perhatian yang lebih sungguh-sungguh terhadap kemungkinan-kemungkinan ‘kelompok-kelompok militan dan keras’ ini secara sistematis dan cermat menggunakan celah-celah yang ada dalam berbagai regulasi dan aturan negara sebagai ‘stimulan’ dan menu penting dalam mobilisasi opini dan massa yang pada gilirannya berujung pada bagi munculnya tindakan kekerasan atas nama agama itu sendiri.