Sebelumnya telah disampaikan, masyarakat Indonesia memiliki akar kolektivisme, yang ada dalam kehidupan dan hukum adat masyarakat desa. Di samping itu, masyarakat Indonesia sedang mengalami proses individualisasi, yang dibawa oleh ekonomi modern. Individualisasi ini menuju ke individualisme yang kemudian melahirkan sistem politik ekonomi kapitalisme.

Hatta melihat, jika sampai ke kapitalisme, akan berbahaya bagi bangsa Indonesia. Sebab, kapitalis nasional akan disaingi dan dihancurkan oleh kapitalis asing yang sangat kuat dan berkuasa. Kemudian, kapitalis asing akan mengambil dari kapitalis nasional, apa yang dapat digunakannya untuk mencengkeram masyarakat Indonesia.

Karena memiliki akar kolektivisme, masyarakat Indonesia tidak harus sampai pada kapitalisme, dan individualisasi yang sedang berjalan dapat dibelokkan ke sosialisme Indonesia.

Sosialisme Indonesia adalah suatu kolektivisme baru, yang berakar pada kolektivisme lama, sekaligus lebih tinggi, lebih modern, dan lebih efektif dari individualisme. Individualisasi yang sedang berjalan itu dibelokkan ke sosialisme Indonesia melalui organisasi dan pendidikan sosial, yang berdasarkan “… usaha-bersama untuk membela kepentingan bersama, berdasarkan self-help, tolong diri-sendiri.”

Hatta menamakan organisasi itu ‘kooperasi ekonomi’, yang ia bedakan dengan kolektivisme lama masyarakat Indonesia yang disebutnya ‘kooperasi sosial’. ‘Kooperasi ekonomi’ adalah sintesis dari ‘kooperasi sosial’ dan individualisme yang sedang berkembang, karena mencakup dan mengangkat kedua hal tersebut.

Dalam kata-kata Hatta sendiri, “Diatas dasar kooperasi sosial jang lama dibangun kooperasi ekonomi, dimana ada kebebasan bagi individu untuk mengambil inisiatif atas persetudjuan bersama bagi keperluan bersama.” Hatta menegaskan, “Kooperasi sematjam ini menghidupkan djiwa kolektif jang dinamis, sedangkan kepribadian manusia tidak tertindas.”

Hatta membayangkan, sosialisme Indonesia itu “… bersendikan bangunan-bangunan kooperasi, jang akan meliputi seluruh bidang ekonomi : konsumsi, produksi, distribusi dan kredit.” Dalam sosialisme, negara sebagai organisasi penguasa akan lenyap, berganti menjadi organisasi pengurus masyarakat, membagikan barang-barang yang dihasilkan bersama kepada orang banyak.

Karena itu, Indonesia menjadi “… suatu persemakmuran kooperasi, dalam perhubungan kerdja-sama dengan menjingkirkan segala persaingan”, yang di dalamnya “Tiap-tiap organisasi masjarakat, besar dan ketjil, dapat berbentuk kooperasi…”

Secara realistis, Hatta berharap, “… sekurang-kurangnja tjita-tjita ini dapat dilaksanakan pada pemerintahan rakjat jang terbawah. Pemerintah desa sebadan dengan pengurus kooperasi desa. Desa dan kooperasi mendjadi identik.”

Pada Bagian 1 telah disebutkan, kondisi yang khas dari Indonesia dan negara-negara jajahan lainnya adalah adanya kapitalisme kolonial. Di negara jajahan, kapitalisme kolonial adalah kekuatan penentang yang sangat besar terhadap lawan-lawannya.

Hatta menganalisis, adanya kapitalisme kolonial di Indonesia justru mempermudah jalan menuju sosialisme. Kapitalisme kolonial dengan kekuatannya yang sangat besar tidak memberi kesempatan pada kapitalisme Indonesia yang masih muda. Dengan tidak memberi kesempatan untuk berkembang, kapitalisme kolonial—sebagai efeknya—membuka jalan untuk lawan dari kapitalisme Indonesia, yaitu kooperasi Indonesia. Pada gilirannya, kooperasi Indonesia berkembang dan menjadi sendi dari sosialisme Indonesia.

Cita-cita sosialisme Indonesia adalah, “… terlaksananja pergaulan hidup di Indonesia, dimana tak ada penindasan dan penghisapan dan terdjaminnja bagi rakjat, bagi tiap-tiap orang, kemakmuran dan kepastian penghidupan serta perkembangan keperibadiannja.”

Menurut Hatta, cita-cita sosialisme Indonesia senantiasa menyala dalam dada orang Indonesia. Pada masa penjajahan, cita-cita itu menyala dalam perjuangan orang Indonesia melawan kolonialisme dan fasisme. Pada masa kemerdekaan, cita-cita itu hidup dalam Undang-Undang Dasar 1945. Persisnya, sosialisme Indonesia itu ada di:

Pasal 33
(1)  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2)  Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3)  Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pasal 27
(2)  Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

Pasal-pasal tersebut adalah pegangan untuk merealisasikan cita-cita sosialisme Indonesia. Hatta yakin, “Apabila didjalankan sungguh-sungguh, tudjuan sosialisme jang terdekat akan tertjapai, jaitu rakjat Indonesia terlepas dari kesengsaraan hidup dan tiap-tiap orang terdjamin penghidupannja.”

Penjelasan pasal-pasal di atas sebagai sosialisme Indonesia adalah sebagai berikut.

Pasal 33. Yang dimaksud dengan “usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” adalah kooperasi, seperti yang dipahami dalam sosialisme Indonesia. Pekerjaan membangun ekonomi masyarakat itu dibagi antara kooperasi dan negara. Kooperasi membangun dari bawah, sebagai kerja sama orang banyak untuk menyusun dasar-dasar kemakmuran rakyat. Negara melakukan pekerjaan-pekerjaan besar.

“Dikuasai oleh negara” itu tidak berarti pemerintah menjadi pengusaha, melainkan pemerintah menetapkan politik perekonomian. Pekerjaannya sendiri diserahkan kepada badan-badan pelaksana yang bertanggung jawab kepada pemerintah, dan kerjanya dikontrol oleh negara.

Pada masa menuju sosialisme, badan-badan itu bisa perusahaan-perusahaan negara yang berbentuk badan usaha, bisa pula perusahaan-perusahaan swasta yang berbentuk perseroan terbatas. Siapa yang lebih tepat mengerjakan, bergantung pada tenaga yang ada dan struktur masyarakat yang sedang berkembang, karena sosialisme sendiri menghendaki pekerjaan yang efisien, yang tepat menurut tujuannya.

Pasal 27 Ayat 2. “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” itu artinya negara harus mempunyai rencana yang teratur untuk memenuhi tuntutan yang asasi ini.

Pasal 34. “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” adalah pelaksanaan keadilan sosial, karena di dalam sosialisme yang dicita-citakan tidak ada lagi kemiskinan.

Telah disampaikan sosialisme Indonesia menurut Hatta. Secara tertulis, sosialisme adalah cita-cita bangsa Indonesia, menjadi sila dalam Pancasila, dan dituangkan dalam pasal-pasal UUD 1945.

Mempelajari pemikiran Hatta, memunculkan beberapa pertanyaan terhadap kenyataan yang ada.

Seberapa jauh kita sebagai bangsa sudah berjalan menuju cita-cita sosialisme Indonesia? Apakah perjalanan yang kita tempuh mendekatkan kita padanya, atau malah menjauhkan kita darinya?

Apakah sosialisme masih menjadi cita-cita bersama kita sebagai bangsa? Apakah kita dalam berusaha menjalin kerja sama dan menyingkirkan persaingan untuk kemakmuran bersama?

Ataukah kita dalam berusaha hanya memanfaatkan yang lain untuk keberhasilan sendiri?

Apakah sosialisme Indonesia kini tinggal menjadi angan dari seseorang yang telah lama meninggalkan kita, meski orang itu adalah pendiri bangsa, proklamator, dan pemikir ekonomi?

Pustaka

Hatta, Mohammad. Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1963.

LEAVE A REPLY

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.