Saudaraku, perjalanan hidup umat manusia dalam ratusan ribu tahun dengan migrasi dan pandemi yang menyertainya tergambar dalam buku A Short History of Humanity karya Johannes Krause & Thomas Trappe (2021).
Melalui analisis DNA terhadap tulang-tulang purba, Krause menyimpulkan bahwa baik teori kesatuan asal-usul (Out of Africa) maupun teori multiregionalisme sama-sama mengandung kebenaran. Bahwa nenek moyang semua ras manusia modern memang berasal dari Afrika, namun dalam pergerakannya ke berbagai wilayah dunia mengalami perbedaan regional, akibat proses adaptasi lokal via kawin silang dengan spesies manusia lain yang terlebih dulu ada di wilayah tersebut.
Dalam pergerakan menuju kawasan Eropa, manusia modern awal bertemu dengan Homo Neanderthal dan (ada insiden) berhubungan seks dengan mereka. Hal ini menimbulkan kekhasan regional, bahwa dalam DNA manusia modern Eropa terkandung sekitar 2,5 persen DNA Neanderthal. Dalam pergerakannya ke kawasan Asia hingga Oseania, manusia modern berhubungan dengan Homo Denisovan, yang menimbulkan kekhasan regional lain. Dalam DNA orang Aborigin dan Melanesia terkandung sekitar 6 persen DNA Denisovan.
Di sepanjang lintasan pergerakan, Trappe melukiskan bahwa pandemi berulang kali mendisrupsi kehidupan. Wabah pes paling awal diketahui terjadi 3.800 tahun lalu. Ada wabah penyakit pada Zaman Batu dan Yustiniak (541–549), dan Black Death yang terkenal (1346–1351). Wabah penyakit ini kadang-kadang mereda, namun tak pernah benar-benar hilang. Ketika orang-orang diasingkan dalam kelompok kecil pemburu-pengumpul, wabah hanya akan memusnahkan klan mereka. Namun, manusia terus membangun kota dan melakukan perjalanan dari satu kota ke kota lainnya.
Migrasi merupakan bagian dari daya survival, membantu manusia menciptakan hampir segala hal: dari bahasa dan patriarki, hingga cinta dan hewaan peliharaan. Pandemi merupakan ujian tragis kemanusiaan yang kerap terpaut dengan gelombang migrasi, sebagai ikhtiar manusia mencari keseimbangan baru.
Anugerah dan bencana terpatri dalam DNA manusia. Kemanusiaan sering menemukan dirinya tiba-tiba berada di tepi jurang. Sebegitu jauh, homo sapiens telah berjuang dan bertahan, sebab kita tak pernah berhenti bergerak.