Yudi Latif

Saudaraku, bahasa Indonesia memiliki ungkapan yang bagus tentang pergulatan manusia menyatukan diri dan belajar dari alam dengan istilah “meng-alam-i”.

Untuk bisa menjalani kehidupan dengan baik dan benar, manusia tak cukup berbekal pengetahuan, tapi harus bisa membumi dengan terjun langsung merasakan dan mengalami kehidupan sepenuhnya dan seutuhnya.

Membaca membuat orang tahu, mengalami membuatnya bijaksana. Menempuh jalan berbekal peta atau google map memang membuatmu bisa menuju alamat. Namun, menempuh jalan dengan berbekal pengalaman membuatmu lebih arif dalam memilih jalan dan cara mengemudi yang lebih cepat dan tepat.

Belajar mengalami lebih menentukan dalam pendidikan karakter. Suhu pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara, mengingatkan bahwa pendidikan harus bisa membuat orang mengerti, merasakan, dan melakukan. Dalam pendidikan karakter, prosesnya dibalik: melakukan dengan mengalami tindakan secara langsung; dari pengalaman langsung itu peserta didik bisa merasakan setiap pilihan yang dialami; berujung dengan kemampuan memahami konsekuensi dari setiap pilihan yang diambil.

Dengan perkembangan teknologi digital, untuk sekadar tahu, manusia tak perlu belajar secara tatap muka. Aktivitas belajar di ruang kelas bisa mengalami pembalikan (flipped classroom). Aspek-aspek teoritis yg biasanya disampaikan di ruang kelas bisa dipelajari di luar kelas secara e-learning; sebaliknya aspek-aspek praktis yang biasanya menjadi pekerjaan rumah justru dikerjakan di ruang kelas secara interaktif.

Ruang kelas masa depan menjadi wahana interaktif untuk mengaitkan hal-hal teoretis ke dalam praktik, dengan kerja kelompok terjun langsung mengalami dan melakukan praktik kehidupan secara nyata.

Di sini, sekali lagi kita melihat relevansi pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang mendefinisikan pendidikan sebagai proses belajar menjadi manusia seutuhnya dengan belajar dan mengalami kehidupan sepanjang hidup.

LEAVE A REPLY

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.