Saudaraku, apa jadinya dunia tanpa Indonesia? Tanpa inisiatif Indonesia, terutama peran cendekiawan dan penguasa visionernya, kedaulatan atas wilayah laut dan zona maritim dunia bisa beda cerita.
Hal itu tersimpul dalam buku Sovereignty and the Sea: How Indonesia Became an Archipelagic State karya John G. Butcher dan R.E. Elson (2017).
Tatkala Indonesia merdeka diproklamasikan, negara ini belum jadi negara kepulauan. Berdasar The Territorial Sea and Maritime District Ordonance tahun 1939, batas wilayah laut teritorial (WLT) hanya 3 mil dari garis pantai. Bagi struktur geografis Indonesia dengan selat-selat terbuka, antarpulau masih bisa terbentang wilayah laut internasional.
Dengan Ordonansi itu, perselisihan batas laut antarnegara kerap terjadi. Negara kuat cenderung meluaskan batas WLT-nya—menekan legara lemah untuk menyempitkan batas. Indonesia pun mengalami persoalan serius saat pembebasan Papua—mendapati kapal-kapal Belanda lalu-lalang di perairan Indonesia.
Pada 1957, Menteri Urusan Veteran Chairul Saleh bertanya pada Mochtar Kusumaatmadja muda tentang kemungkinan menjadikan Laut Jawa sebagai laut pedalaman.
Mulanya, Mochtar bilang hal itu tak mungkin karena bertentangan dengan hukum internasional. Tetapi, Chairul mencecarnya, bahwa ucapan Mochtar itu tak seperti seorang revolusioner. “Jika kita mendengar orang yang terlalu legal-minded saat menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kita belum merdeka saat ini.”
Serangan gencar Chairul itulah yang mendorong Mochtar memeras otaknya, hingga berhasil merumuskan wilayah negara Indonesia sebagai negara kepulauan dengan satu kesatuan daratan-lautan. Rumusan itu lantas diajukan ke Kabinet Djuanda, yang kemudian mengolahnya hingga melahirkan Deklarasi Djuanda (13 Desember 1957).
Lewat perjuangan panjang hadapi negara-negara penentang, akhirnya konsepsi negara kepulauan dengan sebagian besar klaim Indonesia berhasil dimenangkan. Pada 1982, PBB menyepakati United Nations Convention on the Law of the Sea. WLT jadi 12 mil dari garis pantai, ditambah ZEE (200 mil), landas kontinen (200 meter), dan ketetapan lainnya.
Atas dasar itu, dunia memiliki landasan hukum yang kuat untuk menegakkan batas kedaulatan antarnegara di lautan.