Ilustrasi. (Foto: Haibunda.com)

Kasus perundungan yang menimpa anak kelas 5 SD di Tasikmalaya hingga berujung kematian memberi kita pelajaran. Pertama, perundungan masih menjadi problem serius di negeri kita. Kedua, konten-konten negatif di internet dan penggunaan media sosial dapat meningkatkan kecenderungan orang untuk berbuat kekerasan, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Menurut berita, 4 pelaku perundungan anak di Tasikmalaya melakukan kekerasan karena terpapar konten pornografi. Mereka memaksa seorang teman sepermainannya untuk menyetubuhi kucing. Salah satu pelaku kemudian merekam adegan tersebut menggunakan ponsel.

Video itu kemudian beredar di sejumlah grup percakapan dan media sosial. Karena video yang beredar itu, sang bocah depresi. Dia tidak mau makan dan minum beberapa hari hingga masuk rumah sakit dan akhirnya meninggal.

Selain meningkatkan kecenderungan orang untuk berbuat kekerasan, dunia maya juga dapat menjadi tempat bagi tumbuh suburnya perundungan bentuk baru, yang disebut sebagai perundungan siber (cyberbullying). Ini juga yang dialami korban perundungan di Tasikmalaya itu. Ia mengalami perundungan di dunia nyata, tapi yang lebih membuatnya menderita adalah video yang dibuat dan disebar melalui teknologi digital oleh pelaku.

Perundungan siber bisa terjadi pada siapa saja di segala usia. Namun, yang perlu menjadi perhatian bersama, sejumlah survei menunjukkan, kasus pada anak-anak dan remaja mengalami peningkatan. Menurut survei UNICEF U-Report 2021, sebanyak 45% dari 2.777 anak muda usia 14-24 tahun pernah mengalami perundungan siber.

Pada perundungan siber, para pelaku menyebarkan informasi bohong, mengunggah foto dan video memalukan, mengucilkan seseorang, mengancam, hingga menuliskan pesan atau komentar menyakitkan melalui teknologi digital, seperti media sosial, platform chatting, platform game, dan ponsel.

Sama seperti perundungan di dunia nyata, cyberbullying juga membawa dampak buruk bagi orang yang mengalaminya. Korban akan mengalami gangguan psikologis, seperti gelisah, depresi, serta memiliki kecenderungan menyakiti diri sendiri sampai mencoba bunuh diri.

Rasa malu yang dialami korban perundungan akan membuatnya kehilangan kepercayaan diri, lalu menarik diri dari lingkungan sosial. Singkatnya, perundungan siber akan berdampak buruk, baik pada psikis, fisik, maupun kehidupan sosial korban. Pada anak dan remaja usia sekolah, ini tentu akan berpengaruh buruk pada prestasi akademiknya.

Lalu bagaimana solusinya? Apakah dengan menghindari internet dan media sosial? Tentu kita tidak bisa semata mengatakan bahwa internet dan media sosial adalah biang keladinya. Seperti banyak hal lain, internet membawa banyak manfaat bagi kehidupan manusia, tetapi juga membawa risiko. Saat ini, anak sekolah bahkan hampir tidak bisa lepas dari internet, terutama ketika harus menjalani pembelajaran jarak jauh saat pandemi lalu.

Yang perlu dilakukan tentu saja menggunakan internet secara bijak. Literasi digital perlu ditingkatkan di semua lapisan masyarakat. Kita perlu mendorong masyarakat untuk menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.

Di dalam keluarga, orangtua harus semakin lebih peduli pada aktivitas putra-putrinya. Bahaya penggunaan internet dan media sosial sering tak disadari para orangtua. Melarang anak-anak mengakses internet pun bukan solusi. Semata melarang justru akan mendorong mereka untuk melakukannya secara sembunyi-sembunyi, yang justru semakin berisiko karena tidak ada pengawasan.

Anak-anak memang perlu dibatasi agar tidak kecanduan bermain gawai. Namun, yang lebih penting adalah membangun komunikasi yang terbuka antara orangtua dan anak. Ini sangat berguna, tak hanya untuk menghidari dampak negatif penggunaan internet, tapi juga bagi tumbuh kembang anak secara keseluruhan.

Kita juga perlu menjaga dan mendorong terbentuknya relasi yang positif satu sama lain dalam komunitas kita, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Untuk itu, sangat penting untuk menyaring dulu apa yang akan kita sharing.

Juga kita tidak bisa hanya menjadi penonton dan diam saja saat terjadi perundungan. Meningkatnya sensitivitas dan solidaritas publik akan mengurangi kasus perundungan secara signifikan.

LEAVE A REPLY

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.