Ilustrasi Ibadah Haji (Foto: lintasjatim.com)

Saudaraku, ibarat drama kolosal, ibadah haji adalah epik duologi yang menampilkan gerak kehidupan secara simultan: gerak kembali dan gerak kembara.

Yang pertama menampilkan prosesi kepulangan manusia dari “rumah duniawi” menuju “rumah Ilahi” (gerak keimanan).Yang kedua prosesi pengembaraan manusia dari “rumah Ilahi” ke “rumah duniawi” (gerak pengorbanan).

Gerak kembali ke rumah Allah dilalui lewat “haji kecil” (umrah) dengan serangkaian ritual: ihram, thawaf, dan sa’i.

Dalam berihram, sang aktor (manusia) harus menanggalkan pakaian sehari-hari di miqat. Karena pakaian, menutupi diri dan watak manusia; melambangkan status dan perbedaan; menciptakan batas palsu yang menyebabkan perpecahan antarumat manusia.

Dalam perjalanan menuju “rumah Allah”, segala batas dan perbedaan itu dilucuti, karena di mata Allah, derajat manusia sama. Maka, kenakanlah kain tak berjahit dengan warna dasar (putih). Saksikanlah, dalam kesederhanaan tanpa topeng, manusia menemukan persamaan dan kesederajatan. Hanya dengan kondisi seperti itu, bolehlah ia menuju Ka’bah.

Dalam thawaf, hendaklah sang aktor hanyut dalam arus lautan manusia. Semua “aku” bersatu jadi “kita”, berputar mengitari Ka’bah, bagaikan bintang-bintang beredar mengelilingi orbitnya. Berarti, untuk dapat menghampiri Allah, setiap individu harus menghampiri manusia. Jalan ketuhanan adalah jalan kemanusiaan. Tanpa tindakan kemanusiaan, kesucian ketuhanan tak bisa direngkuh.

Dalam sa’i, sang aktor berlari-lari kecil antara dua bukit, memerankan heroisme Siti Hajar, yang berjuang mencari air untuk menyelamatkan bayi Ismail. Sa’i berarti berjihad sebisa mungkin demi sesuatu yang lebih besar dari kepentingan sendiri. Bermula dari bukit “Shafa” (cinta murni) menuju “Marwah” (idealitas dan altruisme). Pada titik ini, keimanan berpadu dengan pengorbanan. Di situlah haji kecil berakhir.

Ketika gerak kembali berakhir, saatnya gerak kembara dimulai. Pada 9 Dzulhijjah, sang aktor meninggalkan “rumah Allah” menuju Padang Arafah. Selama seharian, jamaah haji berhenti (wukuf), berjemur di bawah terik mentari, membiarkan kepicikan egosentrisme terbakar oleh terang pengetahuan. Arafah artinya pengetahuan. Pengetahuan sebagai titik awal pengenalan diri dan tugas kesejarahan.

LEAVE A REPLY

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.