Merawat Tunas Kesadaran

1958

Buku Merawat Tunas Kesadaran ini berisi kumpulan karya peserta terpilih dan para mentor lokakarya penulisan dan desain grafis yang dilaksanakan secara daring pada Agustus hingga Oktober 2020. Lokakarya ini merupakan suatu rangkaian pelatihan di bawah payung Sekolah Harmoni Indonesia, dan terselenggara atas kerja sama Kemenko PMK, Friedrich Ebert Stiftung Kantor Perwakilan Indonesia, dan PSIK Indonesia.

Program kegiatan tersebut dirancang untuk menumbuhkan pemahaman silang dalam masyarakat yang beragam. Menyasar para pendidik dan pegiat sosial, pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peserta dalam menyampaikan gagasan dalam bentuk tulisan ataupun gambar.

Buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Tulisan-tulisan bagian pertama mengulas tentang bagaimana merajut kehidupan bersama di dalam negara yang beragam. Sejak awal pendirian negara Indonesia, para Bapak/Ibu Bangsa kita telah menyadari bahwa keberagaman menjadi titik krusial dalam mewujudkan cita-cita masyarakat yang adil, makmur, dan sentosa. Keberhasilan kita dalam mengelola keberagaman akan membawa kita pada terwujudnya cita-cita negara Indonesia. Sebaliknya, kegagalan kita dalam mengelola keberagaman akan mengarahkan kita pada kehancuran sendi-sendi kehidupan bersama dan pada akhirnya akan semakin menjauhkan kita dari terwujudnya cita-cita bangsa.

Tulisan pada bagian kedua mengulas tema pendidikan sebagai pemanusiaan. Meskipun kita sering mengartikan pendidikan sebagai belajar di sekolah, sejatinya pendidikan memiliki arti yang lebih luas. Seperti yang diungkapkan oleh Luqman Abdul Hakim, Ki Hajar Dewantoro memandang pendidikan sebagai “proses memanusiakan manusia yang dilakukan sepanjang hayat.” Luasnya arti pendidikan ini tidak kemudian dimaksudkan untuk mengecilkan arti sekolah, tetapi justru menjadi sebuah kesadaran akan besarnya tanggung jawab yang diemban sekolah sebagai institusi pendidikan yang utama. Dalam arti, sekolah semestinya membekali peserta didik dengan kecakapan yang benar-benar dibutuhkan hidupnya. Sekolah juga semestinya menjadi ladang tempat bertumbuh-kembangnya segala potensi yang dimiliki peserta didik.

Tulisan-tulisan pada bagian ketiga mengulas kekayaan budaya dan alam Indonesia. Tentu saja budaya bukan hal yang statis, namun bergerak seiring perkembangan zaman. Kecintaan kita pada tradisi memang semestinya tidak membuat kita semata menengok ke belakang atau membuat kehidupan kita menjadi statis, menolak segala hal yang baru dan berbeda. Tradisi bukanlah sesuatu hal yang membatasi kita, tetapi sebagai titik pijak kita untuk melangkah. Dengan cara pandang seperti ini, kita akan terus mampu terus mengaktualisasikannya kembali seturut perubahan zaman. Dengan cara demikian, tradisi akan terus hidup karena ia selalu menemukan makna dan relevansinya dalam kehidupan manusia.

DOWNLOAD MERAWAT TUNAS KESADARAN.PDF

SHARE
Artikel SebelumnyaMenjaga Vitalitas Politik
Artikel SelanjutnyaGila Kuasa

LEAVE A REPLY

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.