Yudi Latif
Yudi Latif (Foto: Benhil.net)

Saudaraku, jelang akhir tahun, saya diundang pengajian komunitas Pondok Indah di rumah Ibu Sri Teddy.

Ungkapan pertama yang terpancar dari lubuk hatiku adalah rasa syukur. Syukur masih bisa bertahan hidup di tengah kepungan pandemi; diberi kesempatan untuk menambah tabungan kebaikan sebagai bekal kepulangan.

Selebihnya adalah kesadaran. Tahun boleh berakhir, tapi masalah yang ditinggalkan masih menghantui kita. Ada banyak kecemasan yang ditimbulkan oleh stagnasi ekonomi, kesenjangan dan fragmentasi sosial, dan kegandrungan mempertentangkan isu remeh-temeh yang terus dipanasi postingan berantai media sosial, yang mendistorsikan pandangan kita tentang dunia.

Untuk bisa melampaui tahun kecemasan, ada baiknya menyimak wejangan Raja George VI dalam menyambut Hari Natal 1939, tentang bagaimana sepatutnya bangsa Inggris menghadapi pergantian tahun dalam impitan krisis berkepanjangan, menyusul depresi ekonomi dunia dekade 1930-an.

Sang Raja berkisah. Ada seseorang muda berdiri cemas di ambang tahun baru, seraya meminta petunjuk pada seorang tua bijaksana.

“Berilah aku cahaya yang memungkinkan melangkah aman menuju kegelapan.”

Orang itu pun menjawab, “Pergilah menuju kegelapan dan letakkan tanganmu pada tangan Tuhan. Hal itu akan lebih baik bagimu ketimbang cahaya, dan lebih aman daripada jalan yang dikenal.”

Sebuah krisis muncul karena warisan sisi-sisi gelap masa lalu yang tak sepenuhnya kita kenali. Untuk mengenalinya, kita harus berani menyusuri lorong gelap masa lalu untuk menemukan visi dan formula perubahan yang tepat, bukan mengandalkan resep-resep umum yang telah dikenal.

Bagi siapa saja yang bertekad menghadapinya, krisis yang diwariskan itu bukanlah alasan untuk mencari kambing hitam, melainkan membuka peluang bagi perubahan fundamental. Dengan sikap demikian, krisis merupakan kritik alam tentang perlunya kerendahan hati, bahwa kemungkinan historis itu jauh lebih kaya dan beragam ketimbang konsepsi intelektualitas manusia. Oleh karena itu, betapapun krisis bisa membawa tragedi kemanusiaan, kita tak boleh kehilangan harapan.

Dengan keinsyafan pertobatan kolektif dan kegigihan ikhtiar, semoga langit suci menuntun kita keluar dari lorong gelap menuju jalan cahaya.

LEAVE A REPLY

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.